KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI
Nama : Nur Ruchyatul Jannah Purnama Sari
NPM : 26213629
Kelas : 4EB08
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi #
Dosen : Suryandari Sedyo Utami
Tugas Ke-3
Pokok Bahasan Minggu ke-5
1.
KODE
PERILAKU PROFESIONAL
A. KODE ETIK IFAC
Kode etik yang disusun oleh SPAP adalah
kode etik International Federations of Accountants (IFAC) yang diterjemahkan,
jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang baru kemudian disesuaikan dengan
IFAC, tetapi mengadopsi dari sumber IFAC. Jadi tidak ada perbedaaan yang
signifikan antara kode etik SAP dan IFAC. Adopsi etika oleh Dewan SPAP tentu
sejalan dengan misi para akuntan Indonesia untuk tidak jago kandang.
Apalagi misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut konstitusi
adalah melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan
standard harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara
konsisten untuk kepentingan publik. Seorang anggota IFAC dan KAP tidak boleh
menetapkan standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan dalam kode etik
ini. Akuntan profesional harus memahami perbedaaan aturan dan pedoman beberapa
daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau perundang-undangan.
B.
KODE PERILAKU PROFESIONAL AICPA
Kode
etik profesi di definisikan sebagai pegangan umum yang mengikat setiap anggota,
serta sutu pola bertindak yang berlaku bagi setiap anggota profesinya. Alasan
utama diperlukannya tingkat tindakan profesional yang tinggi oleh setiap
profesi adalah kebutuhan akan keyakinan publik atas kualitas layanan yang
diberikan oleh profesi, tanpa memandang masing – masing individu yang menyediakan
layanan tersebut.
Etika
secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai
moral. Setiap organisasi memiliki rangkaian nilai seperti itu, meskipun kita
memperhatikan atau tidak memperhatikannya secara eksplisit. Kebutuhan akan etika
dalam masyarakat cukup penting, sehingga banyak nilai etika yang umum
dimasukkan ke dalam undang-undang.
Perilaku
etika merupakan fondasi peradaban modern menggarisbawahi keberhasilan
berfungsinya hampir setiap aspek masyarakat, dari kehidupan keluarga
sehari-hari sampai hukum, kedokteran,dan bisnis. Etika (ethic) mengacu pada
suatu sistem atau kode perilaku berdasarkan kewajiban moral yang menunjukkan
bagaimana seorang individu harus berperilaku dalam masyarakat.
Perilaku
etika juga merupakan fondasi profesionalisme modern. Profesionalisme
didefinisikan secara luas, mengacu pada perilaku, tujuan, atau kualitas yang
membentuk karakter atau member ciri suatu profesi atau orang-orang profesional.
Seluruh profesi menyusun aturan atau kode perilakuyang mendefinisikan perilaku
etika bagi anggota profesi tersebut. Kode perilaku profesional terdiri dari :
Prinsip – prinsip, Peraturan Etika, Interpretasi atas Peraturan Etika dan
Kaidah Etika.
Kode
Perilaku Profesional AICPA terdiri atas dua bagian:
§ Prinsip-prinsip Perilaku Profesional
(Principles of Profesionnal Conduct); menyatakan tindak – tanduk dan perilaku
ideal.
§ Aturan Perilaku (Rules of Conduct); menentukan
standar minimum.
C.
KODE ETIK IAI
Kode
etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara
tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak
baik bagi profesional. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia adalah aturan
perilaku, etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya. Aturan
etika IAI-KASP memuat tujuh prinsip-prinsip dasar perilaku etis auditor dan
empat panduan umum lainnya berkenaan dengan perilaku etis tersebut.
2.
PRINSIP-PRINSIP
ETIKA : IFAC, AICPA, IAI
A.
Prinsip-prinsip
Fundamental Etika IFAC :
1.
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan
jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.
2.
Seorag akuntan profesional seharusnya tidak boleh
membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang
lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional.
3.
Kompetensi profesional dan kehati-hatian. Seorang akuntan
profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan
profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk
menjaminseorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten
yangdidasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini.
Seorangakntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti
standar-standar profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti
standar-standar profesionaldan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional.
4.
Seorang akuntan profesional harus menghormati
kerhasiaaninformasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional
dan bisnisserta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga
tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau
terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.
5.
Perilaku Profesional. Seorang akuntan profesional
harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus
menghindari tindakan yang dapatmendiskreditkan profesi.
B.
Enam
Prinsip-prinsip Perilaku Profesional AICPA:
1.
Tanggung jawab: Dalam melaksanakan tanggung jawabnya
sebagai profesional, anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan
moral dalam seluruh keluarga.
2.
Kepentingan publik: Anggota harus menerima kewajiban
untuk bertindak dalam suatu cara yang akan melayani kepentingan publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme.
3.
Integritas: Untuk mempertahankan dan memperluas
keyakinan publik, anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesional
dengan perasaan integritas tinggi.
4.
Objektivitas dan Independesi: Anggota harus
mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik penugasan dalam pelaksanaan
tanggung jawab profesional.
5.
Kecermatan dan keseksamaan: Anggota harus mengamati
standar teknis dan standar etik profesi.
6.
Lingkup dan sifat jasa: Anggota dalam praktik publik
harus mengamati Prinsip prinsip Perilaku Profesional dalam menentukan lingkup
dan sifat jasa yang akan diberikan.
C.
Ketujuh
prinsip dasar IAI tersebut adalah:
1.
Integritas; Integritas berkaitan dengan profesi
auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi
kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak
hanya berupa kejujuran tetapi juga sifat dapat dipercaya,
bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Hal
ini ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal
ketika memberikan layanan profesional kepada instansi
tempat auditor bekerja dan kepada auditannya.
2.
Obyektivitas; Auditor yang obyektif adalah auditor
yang tidak memihak sehingga independensi profesinya dapat
dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, ia
tidak boleh bertindak atas dasar
prasangka atau bias, pertentangan kepentingan,
atau pengaruh dari pihak lain. Obyektivitas
ini dipraktikkan ketika auditor mengambil keputusan-keputusan dalam
kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif adalah auditor yang mengambil
keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh
atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan pengaruh
orang lain.
3.
Kompetensi dan Kehati-hatian; Agar dapat memberikan
layanan audit yang berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan
kompetensi dan ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan
pengetahuan dan keahlian profesinya pada tingkat yang diperlukan
untuk memastikan bahwa instansi tempat ia
bekerja atau auditan dapat menerima manfaat
dari layanan profesinya berdasarkan
pengembangan praktik, ketentuan, danteknik-teknik
yang terbaru. Berdasarkan prinsip dasar
ini, auditor hanya dapat melakukan suatu
audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau menggunakan
bantuan tenaga ahli yang kompeten untuk
melaksanakan tugas-tugasnya secara memuaskan.
4.
Kerahasiaan; Auditor harus mampu
menjaga kerahasiaan atas informasi yang
diperolehnya dalam melakukan audit, walaupun
keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara
terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik auditan, untuk
itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus
apabila akan
mengungkapkannya, kecuali
adanya kewajiban pengungkapan karena peraturan
perundang-undangan. Kerahasiaan ini harus dijaga sampai kapanpun bahkan
ketika auditor telah berhenti bekerja pada instansinya. Dalam
prinsip kerahasiaan ini juga, auditor
dilarang untuk menggunakan informasi yang dimilikinya
untuk kepentingan pribadinya, misalnya untuk memperoleh keuntungan
finansial.
5.
Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi
berikut: Pengungkapan yang diijinkan oleh pihak
yang berwenang, seperti auditan dan instansi
tempat ia bekerja. Dalam melakukan pengungkapan ini, auditor
harus mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak, tidak hanya dirinya, auditan,
instansinya saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak
lain yang mungkin terkena
dampak dari pengungkapan informasi ini.
6.
Ketepatan Bertindak; Auditor harus
dapat bertindak konsisten dalam mempertahankan reputasi
profesi serta lembaga profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari
setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai
auditor profesional. Tindakan-tindakan yang tepat ini perlu
dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila auditor mengetahui
ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar, maka auditor tersebut
harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi
masyarakat, profesi, lembaga profesi, instansi tempat ia bekerja
dan anggota profesi lainnya dari tindakan-tindakan auditor lain yang tidak
benar tersebut.
7.
Standar teknis dan professional; Auditor
harus melakukan audit sesuai dengan standar
audit yang berlaku, yang meliputi standar teknis dan profesional yang
relevan. Standar ini ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah
Republik Indonesia. Pada instansi-instansi audit publik, terdapat juga
standar audit yang mereka tetapkan dan berlaku bagi para
auditornya, termasuk aturan perilaku yang ditetapkan
oleh instansi tempat ia bekerja. Dalam
hal terdapat perbedaan dan/atau pertentangan antara standar audit
dan aturan profesi dengan standar audit dan aturan
instansi, maka permasalahannya dikembalikan
kepada masing-masing lembaga penyusun standar dan aturan tersebut.
3.
ATURAN DAN
INTERPRETASI ETIKA
Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah
memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya,
sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi
lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat
dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan
dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
d Aturan
Etika :
§ Independensi,
Integritas, dan Obyektifitas
§ Standar
Umum dan Prinsip Akuntansi
§ Tanggungjawab
kepada Klien
§ Tanggungjawab
kepada Rekan Seprofesi
§ Tanggung
jawab dan praktik lain
d Interpretasi
Etika
Dalam prakteknya tak ada etika yang
mutlak. Standar etika pun berbeda-beda pada sebuahkomunitas sosial, tergantung
budaya, norma,dan nilai-nilai yang dianut oleh komunitas tersebut. Baik itu
komunitas dalam bentuknya sebagai sebuah kawasan regional, negara,agama, maupun
komunitas group. Tidak ada etika yang universal.
d Garis Besar
Kode Etik dan Perilaku Profesional
1. Kontribusi
untuk masyarakat dan kesejahteraan manusia.
2. Hindari
menyakiti orang lain.
3. Bersikap
jujur dan dapat dipercaya
4. Bersikap
adil dan tidak mendiskriminasi nilai-nilai kesetaraan, toleransi,
menghormati orang lain, dan prinsip-prinsip keadilan yang sama dalam
mengatur perintah.
5. Hak milik
yang temasuk hak cipta dan hak paten.
6. Memberikan
kredit yang pantas untuk properti intelektual.
7. Menghormati
privasi orang lain
8. Kepercayaan
Ä INTERPRETASI
PERATURAN PERILAKU Menurut AICPA
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang
berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya aturan.
Tujuan profesi akuntansi adalah
memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai
tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk
mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi,
yaitu :
1. Masyarakat
membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
2. Diperlukan
individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa.
3. Kualitas
Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan
diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
4. Pemakai
jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional
yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
terdiri dari tiga bagian:
1.
Prinsip Etika; Prinsip Etika memberikan kerangka dasar
bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh
anggota.
2.
Aturan Etika; Prinsip Etika memberikan kerangka dasar
bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh
anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota,
3.
Interpretasi Aturan Etika; Aturan Etika disahkan oleh
Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
CONTOH
KASUS KODE ETIK AKUNTANSI
“PT KERETA API INDONESIA (PT KAI)”
Terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan
keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor
dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran
kode etik profesi akuntansi. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan
keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan
sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci,
perusahaan justru menderita kerugian sebesar Rp63 Miliar. Komisaris PT KAI
Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan
itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan
keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh
Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK
dan akuntan publik. Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT KAI
untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan
Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti
dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun
2005 sebagai berikut:
- Pajak
pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan
keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak
pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan
keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang
seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi,
pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan
sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan
perusahaan selama tahun 2005.
- Penurunan
nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang
diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT
KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun
2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai
kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam
tahun 2005.
- Bantuan
pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai
kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70
Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005
sebagai bagian dari hutang.
- Manajemen
PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak
tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada
pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai
2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara
Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata
kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat
komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah
diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT
KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik.
Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau
pencabutan izin praktik. Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya
menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika
profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa
menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan
Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak – pihak
tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data
disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah
biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan
adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian.
Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut
dipertanyakan.
Dari
informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai
auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor
Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas, dan kejujuran.
Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus diapresiasi dengan baik
oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus dijunjung tinggi. Hal
itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan kepentingan dari
berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan. Pemerintah, kreditor,
masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna mengetahui prospek ke
depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh akuntan harus
mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu dilakukan.
PEMBAHASAN
KASUS
1. Kasus di
atas merupakan Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI yang dilakukan oleh
Manajemen PT KAI dan Ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi terjadinya
manipulasi.
- Analisis
5 Question Approach:
•Profitable
Pihak yang
diuntungkan adalah Manajemen PT KAI karena kinerja keuangan perusahaan
seolah-olah baik (laba Rp6.9 M), meskipun pada kenyataannya menderita kerugian
Rp 63 M. Tidak tertutup kemungkinan, pihak manajemen memperoleh bonus dari
“laba semu” tersebut. Pihak lain yang diuntungkan adalah KAP S. Manan &
Rekan, dimana dimungkinkan memperoleh Fee khusus karena memberikan opini Wajar
Tanpa Pengecualian.
•Legal
PT KAI
melanggar Pasal 90 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal “Dalam kegiatan
perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung maupun tidak langsung.
Menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apa
pun Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan Membuat pernyataan tidak
benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material
agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi
pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau
menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan
mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.” PT KAI dapat
dikenakan sanksi sesuai Pasal 107 UU No.8 Tahun 1995 yang menyatakan: “Setiap
Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau
menyesatkan Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah,
mengaburkan, menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh
izin, persetujuan, atau pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik
diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).” (2) KAP S. Manan & Rekan
melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP).
•Fair
Perbuatan
manajemen PT.KAI merugikan publik/masyarakat dan pemerintah.
1.
Publik (investor); dirugikan karena memperoleh
informasi yang menyesatkan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan
informasi keuagan PT. KAI menjadi tidak akurat/salah.
2.
Pemerintah; dirugikan karena dengan rekayasa keuangan
tersebut maka pajak yang diterima pemerintah lebih kecil.
•Right
1) Hak-hak
Publik; dirugikan karena investor memperoleh informasi yang menyesatkan,
sehingga keputusan yang diambil menjadi salah/ tidak akurat.
2) Pemerintah; dirugikan karena pajak yang
diterima pemerintah menjadi lebih kecil.
•Suistainable
Development
1) Rekayasa
yang dilakukan manajemen PT KAI bersifat jangka pendek dan bukan jangka
panjang, karena hanya menginginkan keuntungan/laba untuk kepentingan pribadi/manajemen
(motivasi bonus).
3. Prinsip
Etika Yang Dilanggar:
Selain
akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal
pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum sepenuhnya
menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu
tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas,
kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional,
dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :
1)
Tanggung jawab profesi ; Dimana seorang akuntan harus
bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang
dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia
tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut
sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan
perusahaan yang sebenarnya.
2)
Kepentingan Publik ; Dimana akuntan harus bekerja demi
kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti
kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak
bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan
keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena
manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja
sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut
semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi
kerugian tersebut.
3)
Integritas ; Dimana akuntan harus bekerja dengan
profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga
integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
4)
Objektifitas ; Dimana akuntan harus bertindak obyektif
dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan
PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan
sehingga hanya menguntungkan pihak- pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
5)
Kompetensi dan kehati-hatian professional ; Akuntan
dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian,
kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam
kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional
sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang
seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami
keuntungan.
6)
Perilaku profesional ; Akuntan sebagai seorang
profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang
menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini dapat
mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
7)
Standar teknis ; Akuntan dalam menjalankan tugas
profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam
kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak
malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun
tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu,
pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi
keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
4. Sikap Yang Diambil :
1) Manajemen
PT KAI
a)
Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan
sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang
belum dibebankan; bantuan pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian
modal perseroan.
b) Meminta
maaf kepada stakeholders melalui konferensi pers dan berjanji tidak mengulangi
kembali di masa datang.
2) KAP S.
Manan & Rekan & Rekan
a)
Melakukan jasa profesional sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku
konsisten dengan reputasi profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesioreksi.
b)
Melakukan koreksi atas opini yang telah dibuat.
c) Melakukan konferensi pers dengan mengungkapkan bahwa oknum yang
melakukan kesalahan sehingga menyebabkan opini atas Laporan Keuangan menjadi
tidak seharusnya telah diberikan sanksi dari pihak otorisasi, dan berjanji
tidak mengulang kembali kejadian yang sama di masa yang akan datang.
5. Rekomendasi Agar Kasus Serupa Tidak Terulang
i. Membangun
kultur perusahaan yang baik; dengan mengutamakan integritas, etika profesi dan
kepatuhan pada seluruh aturan, baik internal maupun eksternal, khususnya
tentang otorisasi.
ii. Mendahulukan
kepentingan publik daripada kepentingan publik.
iii. Merekrut
manajemen baru yang memiliki integritas dan moral yang baik, serta memberikan
siraman rohani kepada karyawan akan pentingnya integritas yang baik bagi
kelangsungan usaha perusahaan.
iv. Memperbaiki
sistem pengendalian internal perusahaan.
v. Corporate
Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka mengeliminasi
atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate governance
meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
vi. Transaction
Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya
adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan
untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang
memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.
vii. Retrospective
Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi
fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
viii.
Investigation and Remediation yang dilakukan forensik
auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil
terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud
itu hanya berupa pelanggaran kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah
pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna dalam laporan keuangan atau
penyalahgunaan asset.
ix. Penyusunan
Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik untuk
jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang
dianggap strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan
implementasi (enforcement) tanpa ada pengecualian yang tidak masuk akal
x. Diadakan
tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil
dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama
dan adil untuk “terpilih”. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya
tidak “berkenan” dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka
tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain.
Disinilah peran profesionalisme dikedepankan
xi. Akuntabilitas
dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar memungkinkan
monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum
dapat diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi.
Sumber :
Ä Harian
KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006